Kajian Kitab : Tadzkiratus
Saami Wal Mutakallim Fii Adabil’Alim Wal Muta’alim
Masjid Nurul Iman – Blok M
Square
Oleh : Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri
Bismillah, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tawadhu
secara bahasa adalah kerendahan atau kehinaan
Tawadhu
secara istilah menurut Fudhail Bin Iyadh Rahimahullahu Ta’ala :
“Tunduk
kepada kebenaran, mengikuti kebenaran, dan menerima kebenaran tersebut dari
siapapun”
Dan ini
adalah tawadhu kepada Allah Subhanahu Wataa’la, tawadhu kepada Allah di
prioritaskan di banding tawadhu dihadapan makhluk, sehingga kita tidak
mendengar lagi kesalahpahaman tentang tawadhu yang selama ini kita pahami.
Ketika
seseorang sudah dikatakan tawadhu, itu satu paket, dia harus tawadhu kepada
Allah, dia harus menerima kebenaran dan mengikuti kebenaran.
Adapun,
tawadhu dihadapan manusia menurut Imam Hasan Al-Basri Rahimahullahu Ta’ala:
قال الحسن رحمه الله: هل
تدرون ما التواضع؟ التواضع: أن تخرج من منزلك فلا تلقى مسلماً إلا رأيت له عليك
فضلاً .
“Tahukah kalian apa itu tawadhu’? Tawadhu’ adalah engkau keluar
dari kediamanmu lantas engkau bertemu seorang muslim. Kemudian engkau merasa
bahwa ia lebih mulia darimu.”
Al-Imam Abdurahman bin Mahdi
Rahimahullahu Ta’ala mengatakan:
“Apabila seseorang bertemu
dengan orang yang lebih alim dari dia, maka dia merasa inilah hari Ghanimmah-nya,
dan kalau ia bertemu dengan penuntut ilmu yang selevel dengannya, maka ia akan
saling belajar satu dengan yang lain. Dan kalau ia bertemu dengan penuntut ilmu
yang levelnya dibawah ia, maka ia akan membantu mengajarkan dan bersikap
tawadhu”
Didalam dunia ilmu itu
sendiri ada ego, ada pemicu yang membuat kita merasa tinggi kalau kita tidak
sadar dan cover dari awal, makanya ulama
kita mengatakan “Dalam ilmu pun ada
keangkuhan sebagaimana dalam dunia harta ada keangkuhan. Dan ilmu, dengan
keangkuhannya tidak aka ada manfaatnya sama sekali”
Kenapa demikian? Karena banyak
yang ditawarkan dalam dunia ilmu, bagaimana tidak ? orang akan tinggi
derajatnya, jangankan di akhirat, di dunia saja ketika seorang punya banyak
ilmu dia akan di hormati, dia akan dikagumi, orang akan memandang dengan pandangan memuliakan, penghormatan,
lalu di nomor satukan dan lain-lain. Itu yang perlu kita waspadai, Jangan
sampai semakin belajar justru yang diasah keangkuhannya, kesombongannya,
akhirnya meremehkan yang baru ngaji, yang baru dateng, kasih pandangan nyinyir
ke seseorang yang dateng dengan busana yang belum ideal, merasa diri lebih
baik, merasa diri lebih senior.
Lalu, kalau kita mendengar
nama Qorun yang terbesit dibenak kita apa?
Qorun itu orang kaya,sombong
dan dihancurkan oleh Allah? Benar, tapi Ada keterangan yang lebih menarik yang
disampaikan oleh Al Imam Ibnu Athiyyah Rahimahullahu Ta’ala:
“Qorun itu dengan ijma’
adalah seseorang dari bani isroil, sebelumnya dia orang yang beriman dengan Nabi
Musa ‘alaihis salam, dan hafal kitab Taurat, dan Qorun adalah salah satu
pembaca kitab Taurat terbaik diantara manusia, dan dulunya Qorun tinggal
bersama-sama dengan Nabi Musa ‘alaihis salam dan diantara hamba-hamba yang
beriman. Lalu tumbuh rasa ujub didalam dirinya, maka dia melampaui batas dan
menyombongkan diri diantara kaumnya”
Kisah ini difirmankan oleh Allah
dalam Al-Quran:
قَالَ
إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِنْدِي ۚ أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ
قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً
وَأَكْثَرُ جَمْعًا ۚ وَلَا يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِم
Qorun berkata: "Sesungguhnya aku hanya
diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak
mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya
yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah
perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
(Qs. Al-Qasas : 78)
Ini menunjukkan bahwa ilmu itu punya ego, ada
keangkuhan disana bagi orang-orang yang keliru dalam menyikapinya dan tidak
melakukan tindakan preventif pada saat memasuki dunia ilmu.
Lalu bagaimana cara agar kita mendapatkan ketawadhuan dan ilmu
kita melahirkan kerendahan ?
Mengetahui bahwa kunci kesuksesan didunia ilmu salah satunya adalah dengan selalu berusaha untuk tetap tawadhu (baik tawadhu kepada Allah maupun tawadhu kepada manusia)
Imam Syafi’i
rahimahullahu ta’ala mengatakan:
“Tidak ada seorang pun
yang menuntut ilmu hanya bermodalkan kekayaan dia, kekuasaan dia, dan kemuliaan
jiwanya, gengsinya, lalu dia sukses dalam dunia ilmu, Namun, orang yang
menuntut ilmu degan menghinakan dirinya, lalu dengan kesempitan hidup, lalu
dengan berkhidmat kepada ilmu dan ahli ilmu, dan tawadhu (kerendahan hati),
maka dia yang akan sukses”
Imam Qatadah
rahimahullahu ta’ala mengatakan:
“Barangsiapa yang diberikan harta, diberikan ketampanan atau kecantikan, diberikan pakaian yang baik, diberikan ilmu, lalu dia tidak tawadhu (merendah) maka yang ia miliki akan menjadi boomerang pada hari kiamat”
“Barangsiapa yang diberikan harta, diberikan ketampanan atau kecantikan, diberikan pakaian yang baik, diberikan ilmu, lalu dia tidak tawadhu (merendah) maka yang ia miliki akan menjadi boomerang pada hari kiamat”
Kunci sukses dunia
ilmu bukan hanya tentang kecerdasan, bukan hanya tentang hafalan, bukan hanya
tentang retorika, tapi kunci sukses dunia ilmu adalah ketawadhuan.
Bahkan, termasuk pada
saat para ulama membantah yang mereka yakini sebuah kekeliruan, mereka sarat
akan nilai-nilai ketawadhuan.
Sebagai contoh Al-Imam
Syihabuddin ar-Ramli rahimahullahu ta’ala dalam kitab Faidhul Qadhir, dalam
bantahan tersebut beliau mengatakan:
“dan apa yang saya
sampaikan itu bukan karena benci atau tidak suka dengan beliau, dan ingin
menyerang beliau, namun saya bantah beliau hanya agar orang-orang awam tidak
mengikuti pandangan beliau tersebut. Dan
tidak menjadikan pandangannya tersebut yang menyelisihi pandangan 4 imam
mahdzab sebagai rujukan. Dan ini, bersamaan dengan keyakinan saya tentang
kedudukan ketinggian beliau, dan saya meyakini luasnya wawasan beliau, dan
pondasinya kokoh, dan kemampuannya dalam ilmu-ilmu syariat dan ilmu-ilmu alat
dalam”
Tawadhu walaupun dalam
kotak bantahan, kalau salah bilang salah, tapi tidak keluar dari ranah
objektivitas dan disuguhan dengan bijak. Ini kunci sukses dunia ilmu.
Para ulama ketika
membantah mereka berusaha se-objektivitas mungkin dalam rangka menolong,
semangat membantah itu diantaranya pertolongan. Atmosfer yang dibangun bukan
narasi kesombongan tapi pertolongan. Tunjukan bahwa anda adalah penuntut ilmu
sejati yang senantiasa menjunjung tinggi ke-tawadhuan.
Meyakini bahawa kemuliaan ketinggian itu ada pada ketawadhuan bukan pada kesombongan dan keangkuhan.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588).
Kalau anda ingin tinggi, ingin mulia, mulialah dengan cara yang berkelas, mulailah dengan cara yang elegan. Dan yang berkelas adalah tawadhu dan hanya karena Allah. Tawadhu adalah ibadah-ibadah terbaik.
Aisyah rodhiyallahu ‘anha berkata:
“Sesungguhnya kalian sering lalai terhadap sebaik-baik ibadah yaitu tawadhu’.
Kalau ingin mulia di dunia maupun diakhirat, mainkan ketwadhuan bukan mainkan kesombongan.
Ibrohim bin Syaibah rohimahullahu ta’ala mengatakan:
“Kemuliaan itu ada pada ketawadhuan”
(Dalam Kitab Madarij Salikin karya Ibnul Qoyyim al-Jauziyah)
Terimalah kebenaran dari siapapun, karena kemuliaan itu bukan pada egoisme, bukan pada kesombongan, bahkan bukan pada harta, bukan pada kekuasaan, bukan pada popularitas, bahkan bukan pada ilmu secara konten semata. Kemuliaan, ketinggian lahir pada ketawadhuan.
Abdullah Bin Mubarak mengatakan:“Induk ketawadhuan adalah engkau merendahkan hatimu dihadapan orang yang lebih rendah darimu secara dunia. Sehingga engkau mengajari dia atau memberikan pesan bahwa duniamu tidak ada keutamaan apapun terhadap dirinya. Dan engkau angkat dirimu dihadapan orang yang dunianya lebih tinggi dari kamu Sehingga engkau memberikan pesan bahwa dunianya tidak ada artinya dimatamu.”
Source : Menuju Ketawadhuan
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ditulis
Ayu Karmasiwi
Tangerang Selatan, 7 Februari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar